- PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
- PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PENERJEMAHAN DAN ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, DAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, dipandang perlu mengatur lebih lanjut hal-hal mengenai pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan penelitian dan pengembangan.
Mengingat: MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: memecahkan sesuatu masalah, menguji kebenaran hipotesa atau teori, dan mencari penerapan praktis.
BAB II
PELAKSANAAN PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN
Untuk kepentingan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, Pemerintah dapat minta, dan jika tidak bersedia membebankan kewajiban, kepada pemegang Hak Cipta sesuatu ciptaan yang selama 3 (tiga) tahun sejak diumumkan dimanapun juga belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk menerjemahkan ciptaannya tersebut ke dalam bahasa Indonesia dan/atau memperbanyaknya di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 3 Pasal 5
Dalam keadaan tertentu, Pemerintah dapat mempertimbangkan permintaan Pemegang Hak Cipta untuk tidak melaksanakan penerjemahan dan perbanyakan ciptaan tersebut sekaligus, melainkan hanya memperbanyak saja.
Pasal 6
Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Pemegang Hak Cipta secara tertulis menyatakan tidak bersedia memenuhi permintaan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, atau tidak memberi tanggapan sama sekali, maka kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan diberitahukan adanya kewajiban untuk memberikan lisensi kepada badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaannya di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 7 Pasal 8
Hak Cipta atas karya terjemahan diakui sebagai ciptaan tersendiri dan mendapatkan perlindungan berdasarkan Undang-undang Hak Cipta, dengan ketentuan bahwa hak moral Pemegang Hak Cipta harus diperhatikan.
Pasal 9 BAB III
PENILAIAN TENTANG KEPENTINGAN DAN PERLUNYA DILAKUKAN PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN SUATU CIPTAAN
Penilaian bahwa suatu ciptaan penting dan bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan penelitian dan pengembangan, sehingga karenanya perlu untuk diterjemahkan dan atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, dilakukan oleh Menteri Kehakiman dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Pasal 11 Pasal 12
Apabila dalam waktu yang bersamaan diterima dua usul atau lebih yang menyangkut bidang kepentingan yang sama dan mengandung materi yang hampir sama, maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan wajib memberikan pertimbangan yang jelas apakah usul tersebut dipilih salah satu atau perlu dipertimbangkan semuanya.
Pasal 13 BAB IV
TATA CARA PEMBERITAHUAN PERMINTAAN DAN PEMBEBANAN KEWAJIBAN
pemberitahuan kedua tidak dikembalikan oleh dinas Pos, maka pemberitahuan itu dianggap telah diterima oleh Pemegang Hak Cipta dan untuk itu diberlakukan ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 berlaku pula apabila badan hukum Indonesia yang diberi lisensi oleh Pemegang Hak Cipta untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sesuatu ciptaan di wilayah Negara Republik Indonesia ternyata tidak melaksanakannya dalam waktu yang ditetapkan.
Pasal 19 BAB V IMBALAN
Pasal 21 Pasal 22
Dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak bersedia menerima imbalan yang ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, maka imbalan tersebut dititipkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
BAB VI PENUTUP
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta Pada Tanggal 14 Januari 1989 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd. SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta Pada Tanggal 14 Januari 1989 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ttd. MOERDIONO
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1989
TENTANG
PENERJEMAHAN DAN ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, DAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur, secara materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Dengan arah seperti itu, kemajuan yang diinginkan bukan saja untuk bidang-bidang yang bersifat lahiriah seperti kebutuhan pangan, papan, sandang, dan kesehatan. Kemajuan yang diinginkan bukan juga semata-mata pemenuhan kebutuhan batiniah seperti rasa aman, pendidikan, keadilan, kebebasan mengemukakan pendapat yang bertanggung jawab, dan lain-lain. Yang ingin diwujudkan adalah adanya keselarasan antara keduanya. Keselarasan antara manusia dengan Tuhan-nya, dan antar kehidupan masyarakat itu sendiri baik dalam arti sebagai satu bangsa maupun dalam kerangka kehidupan antar bangsa. Hal yang terakhir ini perlu memperoleh perhatian, karena pada dasarnya tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk ikut serta mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.
Sebagai konsepsi, dengan demikian pembangunan nasional tidak hanya menjadikan manusia sebagai obyek atau sasaran. Kegiatan pembangunan pada akhirnya juga dilaksanakan oleh manusia pula. Dengan kata lain bagaimana wujud program yang disusun, tingkat pelaksanaannya, dan hasil yang dapat dicapai, akan sangat dipengaruhi oleh kualitas manusia yang mendukungnya. Pengertian mengenai hal di atas menjadi penting, karena semuanya menunjukkan hakikat pembangunan nasional sebagai upaya pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia yang tumbuh dengan segala rasa, karsa, dan ciptanya.
Pemahaman ini menunjukkan betapa perlunya perhatian yang lebih besar terhadap sumber daya manusia. Yang dimaksudkan sudah barang tentu, kualitas manusia dalam keutuhannya, yang dengan rasa, karsa, dan ciptanya telah menyuburkan dan meningkatkan harkat dan martabat melalui karya-karya intelektual mereka.
Ilmu pengetahuan, seni dan sastra, adalah karya cipta yang pada dasarnya merupakan karya intelektual. Karya-karya seperti itu tidak sekedar memiliki arti sebagai hasil akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Oleh karenanya, pengembangan dan perlindungan karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra tidak mungkin dilepaskan dari usaha untuk lebih mengembangkan sumber daya manusia Indonesia.
Di bidang ini harus diakui bahwa Indonesia masih banyak memerlukan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan, metoda dan hasil-hasil kegiatan penelitian dan pengembangan dari bangsa lain. Termasuk di dalamnya, karya-karya ciptaan di berbagai bidang terutama yang tertuang dalam bentuk buku. Sejauh ciptaan tersebut tersedia di Indonesia, sudah barang tentu tidaklah menjadi masalah. Cara bagaimana ciptaan tersebut dapat tersedia, pada dasarnya diserahkan seluas-luasnya kepada masyarakat. Dengan sendirinya, sejauh hal itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya di bidang Hak Cipta. Mekanisme niaga yang lazim, seperti melalui impor atau melalui perjanjian lisensi yang saling menghormati dan saling menguntungkan, betapapun perlu didorong dan ditingkatkan.
Namun begitu, mungkin pula terjadi bahwa berdasarkan penelitian kemudian ternyata bahwa sesuatu ciptaan sangat diperlukan bagi kemajuan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, atau bagi kemajuan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia, tetapi ciptaan tersebut belum tersedia di Indonesia atau tidak cukup tersedia karena sangat terbatasnya impor. Karenanya, sudah pada tempatnya pula apabila Pemerintah mengusahakan agar Pemegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut bersedia menerjemahkan dan/atau memperbanyaknya di wilayah Indonesia. Dengan begitu, latar belakang pemikiran dan sekaligus tujuan daripada ini semua, adalah tersedianya dalam jumlah yang cukup sesuatu ciptaan, yang dinilai sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bidang-bidang di atas. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah, apabila masalahnya hanya tersedianya ciptaan, yang diperlukan dalam jumlah yang cukup, dapatkah permintaan itu segera diatasi oleh Pemegang Hak Cipta dengan jalan menambah pemasukannya (ekspor) ke Indonesia kepada rekannya di Indonesia, sebelum masalahnya berkembang menjadi obyek yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah ini. Jawabnya sudah barang tentu dapat saja hal itu dilakukan, sebab hal itu berarti dihindarkannya alasan-alasan yang menjadi dasar diberlakukannya pembebanan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Ia dapat memenuhinya dengan mengekspor sesuai dengan praktek perdagangan buku yang lazim, atau memberi lisensi bagi penerjemahan dan/atau perbanyakannya di Indonesia.
Langkah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berbeda dan sama sekali bukanlah merupakan perampasan atau penyitaan, atau yang sejenis dengan itu. Yang berlangsung adalah upaya agar ciptaan yang bersangkutan dapat tersedia dalam bentuk terjemahan dan/atau perbanyakannya di Indonesia. Memang ada kewajiban yang dibebankan. Tetapi bukan perampasan. Bukan pula penyitaan. Sebab, kegiatan untuk itu pada dasarnya dan pertama-tama tetap diminta agar dilakukan sendiri oleh Pemegang Hak Cipta. Bahwa cara yang ditempuhnya harus melalui pemberian lisensi kepada badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang antara lain penerbitan, semestinya tidak menimbulkan masalah karena memang cara itulah yang paling praktis dan realistik. Penentuan syarat-syaratnya pada dasarnya juga tetap diserahkan kepada kesepakatan kedua pihak yang bersangkutan. Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak, juga tetap dijunjung tinggi.
Hanya apabila Pemegang Hak Cipta tidak bersedia melakukannya, Pemerintah yang akan melaksanakannya sendiri. Sekalipun demikian, hal ini tetap berlangsung dengan pemberian imbalan yang sewajar mungkin. Cara perhitungan imbalan itupun, dilakukan dengan cara-cara yang lazim dilakukan dalam perlisensian di bidang itu. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hak Cipta, kewenangan untuk itu hanya ada pada Pemerintah. Itupun baru dapat dilakukan setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Dengan latar belakang pemikiran di atas, Peraturan Pemerintah ini disusun sebagai penjabaran Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta.
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Kegiatan penelitian dan pengembangan pada hakikatnya juga sering dianggap sebagai kegiatan penemuan teknologi, yaitu upaya penerapan ilmu pengetahuan secara sistematik dalam kegiatan industri dan perdagangan.
Dengan ketentuan ini maka ciptaan yang menjadi obyek pengaturan Peraturan Pemerintah ini hanya dibatasi pada ciptaan yang benar-benar dinilai penting dan karenanya diperlukan bagi kemajuan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan.
Apabila ciptaan tersebut berwujud buku, maka yang dimaksudkan adalah yang berbahasa asing.
Adapun ciptaan yang menjadi obyek dalam Pasal ini adalah yang selama (tiga) tahun sejak diumumkan, belum pernah diterjemahkan dan/atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
Arti pengumuman dalam ketentuan ini adalah sama dengan pengertian sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Hak Cipta. Pengumuman itu mungkin dilakukan di Indonesia atau dimanapun juga.
Ayat (1)
Dalam hal ini Menteri Kehakiman bertindak untuk dan atas nama Pemerintah, setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta.
Ayat (2)
Surat pemberitahuan disampaikan melalui dinas Pos secara tercatat dan bilamana dimungkinkan : melalui saluran diplomatik dengan mana Indonesia memiliki persetujuan kerja sama di bidang kebudayaan dengan Negara dari Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
Ayat (1)
Pernyataan tersebut pada dasarnya bersifat kesediaan untuk memenuhi permintaan. Oleh karena yang
penting adalah tersedianya ciptaan, maka Pemegang Hak Cipta boleh melakukannya dengan cara :
Pertama, segera mengekspor atau menambah ekspor ciptaan tersebut ke Indonesia;
Kedua, melalui perjanjian lisensi guna menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaan tersebut di
Indonesia;
Ketiga, gabungan kedua cara tersebut.
Jangka waktu 8 (delapan) bulan dinilai cukup untuk mempertimbangkan permintaan dan memberikan
jawaban. Kapan harus dilaksanakan, periksa penjelasan berikutnya.
Tanggal penerimaan surat oleh dinas Pos yang tertera pada bukti pengiriman surat tercatat, digunakan sebagai saat mulai dihitungnya jangka waktu untuk pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan. Pemilihan tanggal penerimaan oleh dinas Pos ini, semata-mata karena penggunaan jasa Pos, telah umum diketahui dan lazim digunakan
Ayat (2)
Jangka waktu 18 (delapan belas) bulan ini juga dihitung dari tanggal penerimaan surat pemberitahuan yang pertama oleh dinas Pos. Yang dimaksud dengan saat mulainya pelaksanaan penerjemahan dan/atau perbanyakan adalah saat Pemegang Hak Cipta mulai melakukan langkah-langkah yang nyata untuk memperbanyak melalui cara ekspor ke Indonesia, atau memberi lisensi guna menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaannya di wilayah Negara Republik Indonesia.
Ketentuan ini diperlukan untuk mencegah upaya yang bersifat semu dari Pemegang Hak Cipta, yaitu sekedar menyatakan kesediaan saja tetapi tidak mewujudkannya dalam langkah-langkah yang kongkrit. Dalam hal pemberian lisensi, jangka waktu selama 18 (delapan belas) bulan tersebut memberikan kesempatan yang sangat cukup kepada Pemegang Hak Cipta untuk menemukan rekan usaha di Indonesia yang dapat diajak bekerja sama dalam rangka penerjemahan dan/atau perbanyakan. Seandainya kesediaan tersebut pada akhirnya baru diberikan pada bulan ke delapan sejak adanya pemberitahuan yang pertama kali, sisa waktu selama sepuluh bulan itupun dipandang masih cukup.
Ayat (3)
Pemegang Hak Cipta tidak diizinkan untuk melaksanakan sendiri secara langsung di Indonesia. Kerja sama tersebut harus dilakukan dengan badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang antara lain penerbitan di Indonesia. Bahwa sebagai penerbit badan hukum tersebut juga memiliki unit atau fasilitas percetakan; tidaklah menjadi masalah. Sebaliknya tidak dibolehkan apabila kerja sama itu dilakukan dengan badan hukum yang semata-mata hanya berusaha di bidang percetakan. Untuk kelancaran pelaksanaannya, apabila perlu Pemerintah membantu Pemegang Hak Cipta dengan menyampaikan daftar badan hukum serupa itu, atau alamat asosiasi-nya.
Pasal 5
PENGETAHUAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 4
Pasal 10
Pasal 14
Pasal 20
Pasal 23
I. UMUM
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4